SELAMAT DATANG DI BLOGGER FATHUR TAUFIK S.Pd.I SEMOGA BLOGGER INI BISA BERMANFAAT BAGI TEMAN-TEMAN SENASIB SEPERJUANGAN

Jumat, 05 November 2010

Wanita Karir



BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ketika sosok wanita bekerja memasuki masa berumah tangga, segalanya jadi berbeda. Khusus bagi yang sedang berada di puncak karir, haruskah sesuatu yang telah dirintis sejak usia lajang dilepas begitu saja? Ah, keputusan yang sungguh sulit. Memang setiap orang punya pilihan dan prinsip masing-masing untuk meraih kepuasan dalam karirnya. Ada yang merasa masih banyak ambisi dan obsesi yang belum tercapai. Tetapi, haruskah juga keluarga menjadi prioritas kedua? Hal inilah yang kerap jadi dilema dalam kehidupan pasangan suami-istri. Persoalannya tambah tidak sederhana ketika anak juga menuntut perhatian yang khusus dari sang ibu. Bagaimana agar segala keputusan yang diambil dapat menyenangkan semua pihak dalam keluarga

             Peran seorang wanita ketika memasuki jenjang perkawinan tampak menjadi begitu kompleks ketika berbagai kepentingan saling berbenturan. Saat seorang wanita dituntut menjadi ibu yang bertanggungjawab atas keberadaan anak dan tetap utuhnya rumah tangga, disamping keinginan meraih kemajuan dari balik dunia kerja, membuat banyak wanita terperangkap pada dilema. Harus memilih salah satu - keluarga atau karir.
B. Rumusan Masalah
            Pembahasan tentang wanita karir sangatlah luas, namun dalam penulisan makalah ini, penulis membatasi masalah sebagai berikut.
C. Tujuan penulisan
            Dalam setiap penulisan makalah tentunya memiliki tujuan penulisan, dan tujuan makalah ini menjelaskan pengertian wanita karir serta wanita karir dan keluarga.


BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian Wanita Kariri
Mengenai tentang pengertian wanita karir itu banyak Pendapat Masalah wanita karier memang jadi bahan pertentangan antara pendukung dan penentangnya. Yang mendukung tentu datang dengan sejumlah dalil serta argumentasi. Dan yang menentangnya pun tidak kalah kuat dalil serta argumennya.
Tentang Khotijah ra seorang pebisnis
Rasulullah punya seorang istri yang tidak hanya berdiam diri serta
bersembunyi di dalam kamarnya. Sebaliknya, dia adalah seorang wanita yang aktif dalam dunia bisnis. Bahkan sebelum beliau menikahinya, beliau pernah menjalin kerjasama bisnis ke negeri Syam. Setelah menikahinya, tidak berarti istrinya itu berhenti dari aktifitasnya. Bahkan harta hasil jerih payah bisnis Khadijah ra itu amat banyak menunjang dakwah di masa awal. Di masa itu, belum ada sumber-sumber dana penunjang dakwah yang bisa diandalkan. Satu-satunya adalah dari kocek seorang donatur setia yaitu istrinya yang pebisnis ondang.
Tentu tidak bisa dibayangkan kalau sebagai pebisnis, sosok Khadijah adalah tipe wanita rumahan yang tidak tahu dunia luar. Sebab bila demikian, bagaimana dia bisa menjalankan bisnisnya itu dengan baik, sementara dia tidak punya akses informasi sedikit pun di balik tembok rumahnya.
         Disini kita bisa paham bahwa seorang istri nabi sekalipun punya kesempatan untuk keluar rumah mengurus bisnisnya. Bahkan meski telah memiliki anak sekalipun, sebab sejarah mencatat bahwa Khadijah ra. dikaruniai beberapa orang anak dari Rasulullah SAW.
Aisyah ra dan tokoh masyarakat ikut perang jamal.
Sepeninggal Khadijah, Rasulullah beristrikan Aisyah ra, seorang wanita cerdas, muda dan cantik yang kiprahnya di tengah masyarakat tidak diragukan lagi. Posisinya sebagai seorang istri tidak menghalanginya dari aktif di tengah masyarakat.
Semasa Rasulullah masih hidup, beliau sering kali ikut keluar Madinah ikut berbagai operasi peperangan. Dan sepeninggal Rasulullah SAW, Aisyah adalah guru dari para shahabat yang memapu memberikan penjelasan dan keterangan tentang ajaran Islam.
               Bahkan Aisyah ra. pun tidak mau ketinggalan untuk ikut dalam peperangan. Sehingga perang itu disebut dengan perang unta, karena saat itu Aisyah ra. naik seekor unta.
Wanita mempunyai hak untuk memiliki harta sendiri.
   Islam mengakui hak milik seroang wanita atas hartanya. Dari hukum waris, ada pengakuan bahwa wanita berhak mewarisi harta dari orang tua, kakak, suami atau anaknya.
         Dan ketika dinikahi, haruslah diberikan mahar atau harta sebagai tanda kehalalannya. Mahar ini untuk selanjutnya menjadi hak milik pribadi wanita tersebut. Suaminya tidak punya hak atas pemberiannya itu.
         Maka wanita bebas mencari harta untuk dirinya, bukan sebagai kewajiban melainkan sebagai kebolehan atau hak pribadinya. Tidak ada seorang pun yang berhak untuk menghalangi wanita untuk mendapatkan harta untuk dirinya sendiri.
Para wanita pada di masa Rosululloh SAW keluar rumah.
   Tidak ada riwayat yang menyebutkan bahwa para wanita di masa Rasulullah SAW dikurung di dalam rumah. Sebaliknya, para wanita shahabiyah diriwayatkan banyak sekali melakukan aktifitas di luar rumah. Baik untuk urusan dagang, dakwah, silaturrahim, rekreasi bahkan perang sekalipun.Yang paling jelas dan tidak mungkin ditolak adalah keluarnya para wanita ke masjid. Sesuatu yang pernah ingin dilarang oleh pihak tertentu, namun tetap diberikan hak oleh Rasulullah SAW. Sehingga shalat jamaah di masjid di masa Rasulullah SAW tetap dihadiri oleh jamaah wanita. Maka mereka akan mendapat pahala shalat jamaah sebagaimana laki-laki meskipun bila tidak dilakukannya tidak menjadi masalah.
         Bahkan Rasulullah menyediakan khusus waktu dimana beliau mengajar para wanita. Para wanita shahabiyah keluar rumah dan berkumpul untuk belajar dari Rasulullah SAW.
Sedangkan para dua hari raya Islam yaitu `Iedul Fithri dan `Iedul Adh-ha, para wanita dianjurkan untuk hadir di tempat shalat (mushalla) meskipun mereka sedang mendapat haidh. Berkumpul bersama dengan para laki-laki untuk mendengarkan khutbah dan menghadiri shalat `Ied.
               Sedangkan mereka yang cenderung menolak kebolehan wanita bekerja di luar rumah, juga punya dalil dan argumen yang tidak bisa disepelekan. Diantaranya adalah :
Dalil Al-Quran
Allah SWT telah berfirman tentang keharusan wanita menetap di dalam rumah, tidak untuk keluar bepergian kesana kemari, mengisi tempat-tempat pekerjaan laki-laki, serta menjadi penghibur nafsu syahwat mereka. Dan hendaklah kamu (para wanita) tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ta`atilah Allah dan Rasul-Nya.

Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya. (QS. Al-ahzab : 33)
Dalam Hadist Rosululloh SAW
“Dalam beberapa hadits di sebutkan bahwa wanita itu tidak boleh keluar rumah sebab akan menjadi fitnah. Diriwayatkan oleh At-tirmizy marfu’an bahwa “Wanita itu adalah aurat bila dia keluar rumah, maka syetan menaikinya.

Menurut At-turmuzi hadis ini kedudukannya hasan shahih. Dan secara jelas disebutkan bahwa ketika seorang wanita keluar rumah, maka syetan akan menaikinya dan akan menjadi sumber masalah baik bagi dirinya maupun bagi orang lain.

Jangan bandingkan zaman Rosululloh SAW dengan zaman sekarang.

Mereka juga menganggah hampir semua dalil yang menceritakan tentang keluarnya para wanita di masa Rasululah menjadi tidak relevan di masa sekarang ini. Sebab kondisi sosialnya sudah jauh berbeda. Para shahabat yang tinggal di Madinah adalah orang-orang yang suci, bersih dan sangat menjaga diri dari fitnah. Demikian juga dengan hukum yang berlaku adalah hukum Islam, dimana hampir tidak ada celah sedikitpun untuk bisa terjadinya penyelewengan. Maka dalam kondisi yang sedemikan baik itu,
bolehlah para wanita keluar rumah tnapa khawatir terjadi hal yang tidak diinginkan. Sedangkan yang terjadi sekarang ini justru sebaliknya. Begitu banyak kemaksiatan dan godaan yang meraja lela digelar di tengah kita. Maka untuk masa sekarang ini, membiarkan wanita keluar rumah dan bercampur dengan laki-laki lebih beresiko dan menjadi sumber kerusakan umat.
Maka sudah selayaknya wanita muslimah yang baik tidak keluar rumah dan merusak kesucian dirinya dengan kerusakan zaman. Apalagi berjejalan di kendaraan dengan laki-laki asing, berhimpitan dan bertumpang tindih satu sama lain tanpa batas.
            Dengan memperhatikan dua kutub ini, maka kita perlu mengambil jalan tengah, antara yang mengharamkan keluarnya wanita dengan yang menghalalkan. Paling tidak kita mengerti mengapa seseorang mengharamkan atau menghalalkan. Sehingga kita tidak terjebak dengan salah satu dari dua sikap ekstrem yang berlebihan.
1. Mengapa wanita barat di perbolehkan bekerja di luar.
Wahbi Sulaiman Ghawaji dalam bukunya Al-Mar`ah Al-Muslimah menyebutkan latar belakang yang mendukung mengapa para wanita di Barat cenderung untuk bekerja ke luar rumah. Diantaranya beliau menyebutkan :
            Budaya di sana adalah bahwa orang tua tidak memberi nafkah kepada anak mereka sampai batas usia tertentu. Terutama bila sudah berusia 18 tahun, maka semua nafkah dan uang pemberian terputus sama sekali. Bahkan sekedar untuk menumpang tinggal di rumah orang tua pun sering harus membayar uang tertentu. Bahkan membayar biaya mencuci bayu dan menyetrikanya. Maka wajarlah para wanita terpaksa harus bekerja apa saja dan hal itu sudah ditanamkan sejak kecil. Sebab dia tetap harus menyambung hidupnya saat masih remaja.
Orang Barat mewarisi budaya hedonis dan rancu tentang wanita.
Atau bahasa yang lebih tepatnya adalah mengikuti hawa nafsunya saja.Kemana hawa nafsunya membawa, kesanalah mereka akan berjalan. Dan daya tarik wanita adalah tema yang paling menarik hawa nafsu. Maka wajarlah naluri mereka mengatakan bahwa seharusnya wanita ada di berbagai tempat. Di kantor, sekolah, bengkel, pompa bensin sampai pada tempat yang secara khusus dibuat untuk memberikan pelayanan wanita secara seksual (rumah bordil).
Maka tidak ada satupun wilayah dan bidang kehidupan di Barat yang tidak diisi oleh para wanita. Dan keluarnya para wanita ke berbagai tempat yang tidak cocok dengan jiwa mereka sekalipun sudah menjadi hal yang tidak bisa dihindari lagi.
Mereka tidak pernah mampu membedakan hakikat laki-laki dan wanita serta bidang wilayah pekerjaannya. Bahkan cenderung menganggap kedua jenis kelamin itu sama saja. Padahal secara pisik pun keduanya sudah berbeda. Wanita punya rahim sebagai wahana reproduksi yang tidak dimiliki oleh laki-laki. Wanita punya masa menstruasi yang tidak akan pernah dialami laki-laki. Perbedaan pisik ini tentu bukan tidak ada artinya. Justru dengan mengamati perbedaan pisik ini yang berlaku pada semua jenis ras manusia, kita tahu bahwa ada jenis fungsi dan peran yang seharusnya juga berbeda. Dan bila salah dalam meletakkan fungsi dan peran itu, maka akan terjadi ketidak-seimbangan. Maka wajar pula bila ada banyak hal yang berantakan bila terjadi salah
peletakan fungsi.


3.  Adab Wanita Untuk Keluar Rumah dan Tampil Di Muka Umum.
Kalaulah ada pihak yang memberikan sedikit kebebasan bagi wanita untuk keluar dan bekerja di luar rumah, maka tetaplah harus dengan memperhatikan dan menjaga batas-batas atau adab Islam, yaitu tidak ikhtilath (berbaur antara lelaki dan perempuan), tidak membuka aurat, tidak kholwah (berdua dengan lelaki) dan terhindar dari fitnah.
Dalam kondisi normal, yang seharusnya tampil didepan umum yang terdiri dari kaum lelaki dan kaum wanita adalah orang laki-laki. Dalam kondisi tertentu, yakni adanya kebutuhan obyektif baik dalam sekala umum atau dalam ruang lingkup khusus dan tidak ada yang dapat melakukannya selain wanita yang bersangkutan, ia boleh tampil didepan umum untuk menyampaikan da`wah atau memberikan pelajaran dengan memperhatian ketentuan-ketentuan
Islam, yaitu:
Pada dasarnya memang wanita harus mendapatkan izin suami untuk keluar rumah. Dan ini sebenarnya sangat manusiawi sekali. Tidak merupakan beban dan paksaan atau menjadi halangan.
Izin dari suami harus dipahami sebagai bentuk kasih sayang dan perhatian serta wujud dari tanggung-jawab seorang yang idealnya menjadi pelindung. Semakin harmonis sebuah rumah tangga, maka semakin wajar bila urusan izin keluar rumah ini lebih diperhatikan.
Namun tidak harus juga diterapkan secara kaku yang mengesankan bahwa Islam mengekang kebebasan wanita.
Jadi ini sangat tergantung dari bagaimana seorang wanita dan pasangannya memahami dan menerapkannya dalam rumah tangga. Kalau hal itu disadari secara wajar dan biasa-biasa saja, maka izin untuk keluar rumah bukan lah hal yang merepotkan. Sebagaimana pakai jilbab pun tidak merepotkan bagi yang terbiasa.
Sebaliknya, alasan yang paling sering dilontarkan para wanita yang belum terbuka hatinya untuk pakai jilbab adalah masalah repot ini juga. Buat mereka Islam itu merepotkan, karena para wanita jadi tidak bisa berekspresi dan terkekang sebab kemana-mana musti pakai jilbab. Belum lagi kalau nanti jilbabnya pletat pletot, bukan makin rapi malah bikin tidak pd. Itu lah alasan klasik yang paling sering terdengar.
Dan kasus yang sama juga pada wanita modern yang merasa terkekang ketika keluar rumah harus minta izin suaminya. Bagi mereka yang tidak terbiasa dengan hal itu, pasti rasanya merepotkan. Tapi bagi yang sudah biasa, ya biasa-biasa saja. Tidak ada masakah untuk minta izin suami. Justru minta izin itu bisa menjadi wujud rasa cinta dan sayang.

B. Wanita karir dan keluarga.
            Ketika sosok wanita bekerja memasuki masa berumah tangga, segalanya jadi berbeda. Khusus bagi yang sedang berada di puncak karir, haruskah sesuatu yang telah dirintis sejak usia lajang dilepas begitu saja? Ah, keputusan yang sungguh sulit. Memang setiap orang punya pilihan dan prinsip masing-masing untuk meraih kepuasan dalam karirnya. Ada yang merasa masih banyak ambisi dan obsesi yang belum tercapai. Tetapi, haruskah juga keluarga menjadi prioritas kedua? Hal inilah yang kerap jadi dilema dalam kehidupan pasangan suami-istri. Persoalannya tambah tidak sederhana ketika anak juga menuntut perhatian yang khusus dari sang ibu. Bagaimana agar segala keputusan yang diambil dapat menyenangkan semua pihak dalam keluarga?
            Mungkinkah keseimbangan antara peran menjadi ibu, tetap mempertahankan karir tanpa mengesampingkan anak dan keluarga, hanya sebuah mitos bagi wanita? Peran seorang wanita ketika memasuki jenjang perkawinan tampak menjadi begitu kompleks ketika berbagai kepentingan saling berbenturan. Saat seorang wanita dituntut menjadi ibu yang bertanggungjawab atas keberadaan anak dan tetap utuhnya rumah tangga, disamping keinginan meraih kemajuan dari balik dunia kerja, membuat banyak wanita terperangkap pada dilema. Harus memilih salah satu -- keluarga atau karir?
            Melalui sebuah observasi dan wawancara dengan banyak wanita karir sukses, Emma Charlotte Brown -- seorang penulis Australia menyimpulkan, bahwa untuk keluar dari dilema antara keluarga atau karir dapat dijawab dengan bagaimana setiap wanita memandang nilai sebuah kebahagiaan dalam hidupnya. Ada yang merasa tiada kebahagiaan lain kecuali melihat anak-anak tumbuh didampingi seorang ibu yang dapat membimbing dan menemani sang anak sepanjang waktu. Itu artinya, rasa bahagia seorang wanita akan benar-benar terasa bila dapat memenuhi perannya sebagai ibu. ''The real mother for their children,'' seorang ibu yang benar-benar hadir untuk anaknya. Namun ada pula wanita yang berpendapat tak perlu harus meninggalkan dunia kerja sepanjang keluarga dan anak-anak dapat menerima hal tersebut. Pendapat ini menegaskan harus ada usaha untuk memenuhi keinginan agar dua unsur penting dalam hidup wanita yang telah berumah tangga itu berjalan harmonis.
            Apapun keputusan yang diambil, sama-sama punya konsekuensi. Solusi terbaik adalah dengan membicarakan lebih lanjut pada seluruh anggota keluarga. Karena pada dasarnya keberadaan suami dan anak harus diperhatikan secara sungguh-sungguh sebelum akhirnya mengambil sebuah sikap. Tentu saja setiap keluarga punya pertimbangan sendiri dan profil yang berbeda-beda. Inilah yang menyebabkan pengambilan kesepakatan dalam keluarga jadi berbeda. Ternyata ada satu cara yang dinilai cukup bijaksana dan boleh jadi ini merupakan sebuah ''jalan tengah''. Wanita tak mesti kehilangan kesempatan kerja karena ada beberapa pekerjaan yang bisa diambil paruh waktu (part time). Pekerjaan itu bisa diselesaikan di rumah sambil tetap mengawasi sang anak dan memenuhi kewajiban sebagai ibu rumah tangga.
            Tetap bekerja bukan berarti melupakan keluarga. Karena pekerjaan yang diambil adalah part time yang memungkinkan seorang wanita mengerjakannya di rumah. Anna Barr, mantan public relation manager sebuah produk kosmetik internasional mengisahkan pada saat dirinya sampai pada puncak karir. ''Segalanya memang tidak mudah, sulit sekali mengatur waktu antara keluarga dan karir,'' ungkap Anna. Dengan dua orang putri yang telah masuk masa sekolah, Anna Barr benar-benar merasa kurang memperhatikan perkembangan sang putri di tengah kesibukannya saat harus pergi ke kantor pagi-pagi dan pulang setelah petang dengan keadaan yang lelah. Anak-anak Anna lebih banyak didampingi pembantu sampai tugas antar jemput dan menemani membuat PR pun beralih. Anna tak bisa konsen pada kesulitan yang dialami dua putrinya saat menemukan masalah dimana seorang ibu mungkin dapat memecahkannya. Sang nenek -- ibu Anna, jadi sering menegur tentang jarangnya Anna bisa bersama anak-anak.
            Perlahan Anna mencoba mencari solusi. Awalnya pada sang atasan, Anna minta agar ada semacam kelonggaran buatnya supaya ia bisa meluangkan sedikit waktu untuk anak-anaknya. Sang bos memberi solusi dengan konsep job sharing -- ada beberapa pekerjana Anna yang bisa dibagi dengan teman sekantornya hingga tersisa waktu untuk menjemput dua putrinya dari sekolah. Namun itupun masih belum cukup, Anna benar-benar terpanggil untuk memenuhi tugasnya sebagai seorang ibu. Karena di situlah menurutnya kebahagiaan yang paling nyata. Akhirnya Anna merasa kebahagiaannya lengkap sebab tetap dapat beraktivitas dan mengasah diri dengan menjadi konsultan komunikasi pada sebuah lembaga pengembangan diri. Pekerjaan itu diambilnya paruh waktu. Dalam hal ini konsep pemikiran Anna sangat jelas, hakikat kesuksesan seorang wanita baginya adalah keluarga yang bahagia.
Pemikiran Anna tampaknya tak jauh berbeda dengan Nikki Goldstein, penulis Australia yang semula adalah seorang jurnalis. Ia memutuskan untuk menjadi penulis freelance ketika masuk masa berumah tangga. Keputusan itu diambilnya kendati ia belum punya anak. Nikki tak mau mempunyai suatu beban yang baginya akan sangat mengganggu konsentrasinya dalam menulis. Bila ia merasa bahagia dengan kehidupan berumah tangga, maka ia yakin hal tersebut akan membuatnya bisa lebih produktif lagi. Waktunya pun jadi lebih banyak terisi dengan kegiatan yang bisa membuatnya merasa lebih ''menikmati hidup''. Nikki yang juga gemar melakukan latihan meditasi dan yoga ini mengungkapkan, wanita berhak menentukan sendiri kebahagiaannya tanpa tergantung dari pendapat umum dalam masyarakat. Namun begitu seorang wanita harus tetap menyadari sebuah keterbatasan untuk mengatur prioritas dalam hidupnya.
Sedikit berbeda dengan Anna dan Nikki, manajer wanita sukses dari sebuah perusahaan Microsoft Australia, Inese Kingsmill memilih tetap bekerja full time. Apakah keluarganya tak bermasalah? Tidakkah sang suami komplain akan hal ini? ''Sebelumnya kami telah bicara, sepanjang bisa mengatur waktu, tak pernah ada masalah,'' ungkap Inese. Dibalik itu semua, Inese mengakui ada beberapa hal yang harus dikorbankannya. Waktu untuk menyenangkan diri sendiri memang dirasakan sangat sempit baginya. Karena waktu itu telah ia isi untuk anak-anak dan keluarga. Dalam beberapa kesempatan Inese dan keluarga sering bepergian bersama untuk mewujudkan kembali rasa utuh dalam rumah tangga. Ia merasa sangat beruntung mendapat pengertian yang besar dari suami dan anak-anaknya.
Pengertian keluarga dalam hal ini memegang peranan yang sangat penting. Dukungan suami dan anak-anak berpengaruh besar bagi mereka yang memutuskan untuk terus berkarir. Semua tampaknya kembali pada dasar pemikiran tentang konsep rasa bahagia bagi wanita. Apakah rasa bahagia itu ada dalam keluarga atau pekerjaan. Alangkah baiknya bila kedua hal tersebut berjalan seimbang. Sehingga, ungkapan ''be a woman'' yang menekankan agar seorang wanita dapat menjalankan perannya dengan sungguh-sungguh dapat terwujudnya. Karir, keluarga, dan anak-anak dapat menjadi wujud yang harmonis dalam diri seorang wanita. 


BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Yaitu berdasarkan pada kisah Nabi yang mempunyai istri yang aktif dalam dunia bisnis, yakni khotijah, harta hasil jerih payah bisnis khotijah ra itu amat banyak menunjang dakwah. Setelah Khotijah wafat rosululloh menikah dengan Aisyah ra. Seorang wanita cerdas, muda dan cantik yang kaprahnya di tengah masyarakat tidak di ragukan, posisinya sebagai seorang istri tidak menghalanginya dari aktif di tengah masyarakat dan sepeninggal Rosululloh, dia adalah guru dari para sahabat yang mampu memberikan penjelasan dan keterangan tentang ajaran Islam.
Tidak ada riwayat yang menyebutkan bahwa para wanita di masa Rosulluloh SAW di kurung dalam rumah. Sebaiknya para wanita shahabiyah di riwayatkan banyak sekali melakukan aktivitas di luar rumah baik untuk urusan dagang, dakwah, silaturrahmi, rekreasi, bahkan perang sekalipun.
Dalil al-baqoroh hal 4 dan hadist 4 juga membandingkan zaman Rosululloh SAW dengan zaman sekarang karena kondisi sosialnya sudah jauh berbeda,
Jika ada atau kalaulah ada pihak yang memberikan sedikit kebebasan bagi wanita untuk keluar dan bekerja di luar rumah maka tataplah harus meperhatikan dan menjaga batas-batas atau adap dalam islam yaitu.
B. Saran
            Semoga makalah ini berguna dan bermanfaat bagi penulis khususnya pada para  pembaca pada umumnya.

Tidak ada komentar: