BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ketika sosok wanita
bekerja memasuki masa berumah tangga, segalanya jadi berbeda. Khusus bagi yang
sedang berada di puncak karir, haruskah sesuatu yang telah dirintis sejak usia
lajang dilepas begitu saja? Ah, keputusan yang sungguh sulit. Memang setiap
orang punya pilihan dan prinsip masing-masing untuk meraih kepuasan dalam
karirnya. Ada
yang merasa masih banyak ambisi dan obsesi yang belum tercapai. Tetapi,
haruskah juga keluarga menjadi prioritas kedua? Hal inilah yang kerap jadi
dilema dalam kehidupan pasangan suami-istri. Persoalannya tambah tidak
sederhana ketika anak juga menuntut perhatian yang khusus dari sang ibu.
Bagaimana agar segala keputusan yang diambil dapat menyenangkan semua pihak
dalam keluarga
Peran seorang wanita ketika memasuki jenjang perkawinan tampak menjadi begitu kompleks ketika berbagai kepentingan saling berbenturan. Saat seorang wanita dituntut menjadi ibu yang bertanggungjawab atas keberadaan anak dan tetap utuhnya rumah tangga, disamping keinginan meraih kemajuan dari balik dunia kerja, membuat banyak wanita terperangkap pada dilema. Harus memilih salah satu - keluarga atau karir.
B. Rumusan Masalah
Pembahasan
tentang wanita karir sangatlah luas, namun dalam penulisan makalah ini, penulis
membatasi masalah sebagai berikut.
C. Tujuan penulisan
Dalam
setiap penulisan makalah tentunya memiliki tujuan penulisan, dan tujuan makalah
ini menjelaskan pengertian wanita karir serta wanita karir dan keluarga.
BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian Wanita Kariri
Mengenai tentang pengertian wanita karir itu banyak Pendapat
Masalah
wanita karier memang jadi bahan pertentangan antara pendukung dan penentangnya.
Yang mendukung tentu datang dengan sejumlah dalil serta argumentasi. Dan yang
menentangnya pun tidak kalah kuat dalil serta argumennya.
Tentang Khotijah ra seorang pebisnis
Rasulullah punya seorang istri yang tidak hanya berdiam diri
serta
bersembunyi di dalam kamarnya. Sebaliknya, dia adalah seorang wanita yang aktif dalam dunia bisnis. Bahkan sebelum beliau menikahinya, beliau pernah menjalin kerjasama bisnis ke negeri Syam. Setelah menikahinya, tidak berarti istrinya itu berhenti dari aktifitasnya. Bahkan harta hasil jerih payah bisnis Khadijah ra itu amat banyak menunjang dakwah di masa awal. Di masa itu, belum ada sumber-sumber dana penunjang dakwah yang bisa diandalkan. Satu-satunya adalah dari kocek seorang donatur setia yaitu istrinya yang pebisnis ondang.
bersembunyi di dalam kamarnya. Sebaliknya, dia adalah seorang wanita yang aktif dalam dunia bisnis. Bahkan sebelum beliau menikahinya, beliau pernah menjalin kerjasama bisnis ke negeri Syam. Setelah menikahinya, tidak berarti istrinya itu berhenti dari aktifitasnya. Bahkan harta hasil jerih payah bisnis Khadijah ra itu amat banyak menunjang dakwah di masa awal. Di masa itu, belum ada sumber-sumber dana penunjang dakwah yang bisa diandalkan. Satu-satunya adalah dari kocek seorang donatur setia yaitu istrinya yang pebisnis ondang.
Tentu tidak bisa dibayangkan kalau sebagai pebisnis, sosok
Khadijah adalah tipe wanita rumahan yang tidak tahu dunia luar. Sebab bila
demikian, bagaimana dia bisa menjalankan bisnisnya itu dengan baik, sementara
dia tidak punya akses informasi sedikit pun di balik tembok rumahnya.
Disini kita bisa paham bahwa seorang istri nabi sekalipun punya kesempatan untuk keluar rumah mengurus bisnisnya. Bahkan meski telah memiliki anak sekalipun, sebab sejarah mencatat bahwa Khadijah ra. dikaruniai beberapa orang anak dari Rasulullah SAW.
Disini kita bisa paham bahwa seorang istri nabi sekalipun punya kesempatan untuk keluar rumah mengurus bisnisnya. Bahkan meski telah memiliki anak sekalipun, sebab sejarah mencatat bahwa Khadijah ra. dikaruniai beberapa orang anak dari Rasulullah SAW.
Aisyah ra dan tokoh masyarakat ikut perang jamal.
Sepeninggal Khadijah, Rasulullah beristrikan Aisyah ra,
seorang wanita cerdas, muda dan cantik yang kiprahnya di tengah masyarakat
tidak diragukan lagi. Posisinya sebagai seorang istri tidak menghalanginya dari
aktif di tengah masyarakat.
Semasa Rasulullah masih hidup, beliau sering kali ikut keluar
Madinah ikut berbagai operasi peperangan. Dan sepeninggal Rasulullah SAW,
Aisyah adalah guru dari para shahabat yang memapu memberikan penjelasan dan
keterangan tentang ajaran Islam.
Bahkan Aisyah ra.
pun tidak mau ketinggalan untuk ikut dalam peperangan. Sehingga perang itu
disebut dengan perang unta, karena saat itu Aisyah ra. naik seekor unta.
Wanita mempunyai hak untuk memiliki harta sendiri.
Islam mengakui hak
milik seroang wanita atas hartanya. Dari hukum waris, ada pengakuan bahwa
wanita berhak mewarisi harta dari orang tua, kakak, suami atau anaknya.
Dan ketika dinikahi, haruslah diberikan mahar atau harta sebagai tanda kehalalannya. Mahar ini untuk selanjutnya menjadi hak milik pribadi wanita tersebut. Suaminya tidak punya hak atas pemberiannya itu.
Maka wanita bebas mencari harta untuk dirinya, bukan sebagai kewajiban melainkan sebagai kebolehan atau hak pribadinya. Tidak ada seorang pun yang berhak untuk menghalangi wanita untuk mendapatkan harta untuk dirinya sendiri.
Dan ketika dinikahi, haruslah diberikan mahar atau harta sebagai tanda kehalalannya. Mahar ini untuk selanjutnya menjadi hak milik pribadi wanita tersebut. Suaminya tidak punya hak atas pemberiannya itu.
Maka wanita bebas mencari harta untuk dirinya, bukan sebagai kewajiban melainkan sebagai kebolehan atau hak pribadinya. Tidak ada seorang pun yang berhak untuk menghalangi wanita untuk mendapatkan harta untuk dirinya sendiri.
Tidak ada riwayat
yang menyebutkan bahwa para wanita di masa Rasulullah SAW dikurung di dalam
rumah. Sebaliknya, para wanita shahabiyah diriwayatkan banyak sekali melakukan
aktifitas di luar rumah. Baik untuk urusan dagang, dakwah, silaturrahim,
rekreasi bahkan perang sekalipun.Yang paling jelas dan tidak mungkin ditolak
adalah keluarnya para wanita ke masjid. Sesuatu yang pernah ingin dilarang oleh
pihak tertentu, namun tetap diberikan hak oleh Rasulullah SAW. Sehingga shalat
jamaah di masjid di masa Rasulullah SAW tetap dihadiri oleh jamaah wanita. Maka
mereka akan mendapat pahala shalat jamaah sebagaimana laki-laki meskipun bila
tidak dilakukannya tidak menjadi masalah.
Bahkan Rasulullah menyediakan khusus waktu dimana beliau mengajar para wanita.Para wanita shahabiyah keluar rumah dan berkumpul untuk
belajar dari Rasulullah SAW. Sedangkan para dua hari raya Islam yaitu
`Iedul Fithri dan `Iedul Adh-ha, para wanita dianjurkan untuk hadir di tempat
shalat (mushalla) meskipun mereka sedang mendapat haidh. Berkumpul bersama
dengan para laki-laki untuk mendengarkan khutbah dan menghadiri shalat `Ied.
Bahkan Rasulullah menyediakan khusus waktu dimana beliau mengajar para wanita.
Sedangkan
mereka yang cenderung menolak kebolehan wanita bekerja di luar rumah, juga
punya dalil dan argumen yang tidak bisa disepelekan. Diantaranya adalah :
Dalil Al-Quran
Allah SWT telah berfirman tentang keharusan wanita menetap di
dalam rumah, tidak untuk keluar bepergian kesana kemari, mengisi tempat-tempat
pekerjaan laki-laki, serta menjadi penghibur nafsu syahwat mereka. Dan
hendaklah kamu (para wanita) tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan
bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah
shalat, tunaikanlah zakat dan ta`atilah Allah dan Rasul-Nya.
Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya. (QS. Al-ahzab : 33)
Dalam Hadist
Rosululloh SAW
“Dalam beberapa hadits di sebutkan bahwa wanita
itu tidak boleh keluar rumah sebab akan menjadi fitnah. Diriwayatkan oleh
At-tirmizy marfu’an bahwa “Wanita itu adalah aurat bila dia keluar rumah, maka
syetan menaikinya.
Menurut
At-turmuzi hadis ini kedudukannya hasan shahih. Dan secara jelas disebutkan
bahwa ketika seorang wanita keluar rumah, maka syetan akan menaikinya dan akan
menjadi sumber masalah baik bagi dirinya maupun bagi orang lain.
Jangan
bandingkan zaman Rosululloh SAW dengan zaman sekarang.
Mereka
juga menganggah hampir semua dalil yang menceritakan tentang keluarnya para
wanita di masa Rasululah menjadi tidak relevan di masa sekarang ini. Sebab
kondisi sosialnya sudah jauh berbeda. Para shahabat yang tinggal di Madinah adalah orang-orang yang suci, bersih dan
sangat menjaga diri dari fitnah. Demikian juga dengan hukum yang berlaku adalah
hukum Islam, dimana hampir tidak ada celah sedikitpun untuk bisa terjadinya
penyelewengan. Maka dalam kondisi yang sedemikan baik itu,
bolehlah para wanita keluar rumah tnapa khawatir terjadi hal yang tidak diinginkan. Sedangkan yang terjadi sekarang ini justru sebaliknya. Begitu banyak kemaksiatan dan godaan yang meraja lela digelar di tengah kita. Maka untuk masa sekarang ini, membiarkan wanita keluar rumah dan bercampur dengan laki-laki lebih beresiko dan menjadi sumber kerusakan umat.
bolehlah para wanita keluar rumah tnapa khawatir terjadi hal yang tidak diinginkan. Sedangkan yang terjadi sekarang ini justru sebaliknya. Begitu banyak kemaksiatan dan godaan yang meraja lela digelar di tengah kita. Maka untuk masa sekarang ini, membiarkan wanita keluar rumah dan bercampur dengan laki-laki lebih beresiko dan menjadi sumber kerusakan umat.
Maka sudah
selayaknya wanita muslimah yang baik tidak keluar rumah dan merusak kesucian
dirinya dengan kerusakan zaman. Apalagi berjejalan di kendaraan dengan
laki-laki asing, berhimpitan dan bertumpang tindih satu sama lain tanpa batas.
Dengan memperhatikan dua kutub ini, maka kita perlu mengambil jalan tengah, antara yang mengharamkan keluarnya wanita dengan yang menghalalkan. Paling tidak kita mengerti mengapa seseorang mengharamkan atau menghalalkan. Sehingga kita tidak terjebak dengan salah satu dari dua sikap ekstrem yang berlebihan.
Dengan memperhatikan dua kutub ini, maka kita perlu mengambil jalan tengah, antara yang mengharamkan keluarnya wanita dengan yang menghalalkan. Paling tidak kita mengerti mengapa seseorang mengharamkan atau menghalalkan. Sehingga kita tidak terjebak dengan salah satu dari dua sikap ekstrem yang berlebihan.
1. Mengapa wanita
barat di perbolehkan bekerja di luar.
Wahbi
Sulaiman Ghawaji dalam bukunya Al-Mar`ah Al-Muslimah menyebutkan latar belakang
yang mendukung mengapa para wanita di Barat cenderung untuk bekerja ke luar
rumah. Diantaranya beliau menyebutkan :
Budaya di sana adalah bahwa orang tua tidak memberi nafkah
kepada anak mereka sampai batas usia tertentu. Terutama bila sudah berusia 18
tahun, maka semua nafkah dan uang pemberian terputus sama sekali. Bahkan
sekedar untuk menumpang tinggal di rumah orang tua pun sering harus membayar
uang tertentu. Bahkan membayar biaya mencuci bayu dan menyetrikanya. Maka
wajarlah para wanita terpaksa harus bekerja apa saja dan hal itu sudah
ditanamkan sejak kecil. Sebab dia tetap harus menyambung hidupnya saat masih
remaja.
Orang Barat mewarisi
budaya hedonis dan rancu tentang wanita.
Atau bahasa yang lebih tepatnya adalah mengikuti hawa nafsunya
saja.Kemana hawa nafsunya membawa, kesanalah mereka akan berjalan. Dan daya
tarik wanita adalah tema yang paling menarik hawa nafsu. Maka wajarlah naluri
mereka mengatakan bahwa seharusnya wanita ada di berbagai tempat. Di kantor,
sekolah, bengkel, pompa bensin sampai pada tempat yang secara khusus dibuat
untuk memberikan pelayanan wanita secara seksual (rumah bordil).
Maka tidak ada satupun wilayah dan bidang kehidupan di Barat yang
tidak diisi oleh para wanita. Dan keluarnya para wanita ke berbagai tempat yang
tidak cocok dengan jiwa mereka sekalipun sudah menjadi hal yang tidak bisa
dihindari lagi.
Mereka
tidak pernah mampu membedakan hakikat laki-laki dan wanita serta bidang wilayah
pekerjaannya. Bahkan cenderung menganggap kedua jenis kelamin itu sama saja.
Padahal secara pisik pun keduanya sudah berbeda. Wanita punya rahim sebagai
wahana reproduksi yang tidak dimiliki oleh laki-laki. Wanita punya masa
menstruasi yang tidak akan pernah dialami laki-laki. Perbedaan pisik ini tentu
bukan tidak ada artinya. Justru dengan mengamati perbedaan pisik ini yang
berlaku pada semua jenis ras manusia, kita tahu bahwa ada jenis fungsi dan
peran yang seharusnya juga berbeda. Dan bila salah dalam meletakkan fungsi dan
peran itu, maka akan terjadi ketidak-seimbangan. Maka wajar pula bila ada
banyak hal yang berantakan bila terjadi salah
peletakan fungsi.
3. Adab Wanita Untuk Keluar Rumah dan Tampil Di Muka Umum.
peletakan fungsi.
3. Adab Wanita Untuk Keluar Rumah dan Tampil Di Muka Umum.
Kalaulah ada pihak yang memberikan sedikit kebebasan bagi wanita
untuk keluar dan bekerja di luar rumah, maka tetaplah harus dengan
memperhatikan dan menjaga batas-batas atau adab Islam, yaitu tidak ikhtilath
(berbaur antara lelaki dan perempuan), tidak membuka aurat, tidak kholwah (berdua
dengan lelaki) dan terhindar dari fitnah.
Dalam
kondisi normal, yang seharusnya tampil didepan umum yang terdiri dari kaum
lelaki dan kaum wanita adalah orang laki-laki. Dalam kondisi tertentu, yakni
adanya kebutuhan obyektif baik dalam sekala umum atau dalam ruang lingkup
khusus dan tidak ada yang dapat melakukannya selain wanita yang bersangkutan,
ia boleh tampil didepan umum untuk menyampaikan da`wah atau memberikan
pelajaran dengan memperhatian ketentuan-ketentuan
Islam, yaitu:
Islam, yaitu:
Pada dasarnya memang wanita harus mendapatkan izin suami untuk
keluar rumah. Dan ini sebenarnya sangat manusiawi sekali. Tidak merupakan beban
dan paksaan atau menjadi halangan.
Izin dari suami harus dipahami sebagai bentuk kasih sayang dan
perhatian serta wujud dari tanggung-jawab seorang yang idealnya menjadi
pelindung. Semakin harmonis sebuah rumah tangga, maka semakin wajar bila urusan
izin keluar rumah ini lebih diperhatikan.
Namun
tidak harus juga diterapkan secara kaku yang mengesankan bahwa Islam mengekang
kebebasan wanita.
Jadi ini sangat tergantung dari bagaimana seorang wanita dan
pasangannya memahami dan menerapkannya dalam rumah tangga. Kalau hal itu
disadari secara wajar dan biasa-biasa saja, maka izin untuk keluar rumah bukan
lah hal yang merepotkan. Sebagaimana pakai jilbab pun tidak merepotkan bagi
yang terbiasa.
Sebaliknya, alasan yang paling sering dilontarkan para wanita yang
belum terbuka hatinya untuk pakai jilbab adalah masalah repot ini juga. Buat
mereka Islam itu merepotkan, karena para wanita jadi tidak bisa berekspresi dan
terkekang sebab kemana-mana musti pakai jilbab. Belum lagi kalau nanti
jilbabnya pletat pletot, bukan makin rapi malah bikin tidak pd. Itu lah alasan
klasik yang paling sering terdengar.
Dan kasus yang sama juga pada wanita modern yang merasa terkekang
ketika keluar rumah harus minta izin suaminya. Bagi mereka yang tidak terbiasa
dengan hal itu, pasti rasanya merepotkan. Tapi bagi yang sudah biasa, ya
biasa-biasa saja. Tidak ada masakah untuk minta izin suami. Justru minta izin itu bisa menjadi wujud rasa cinta dan sayang.
B. Wanita karir dan keluarga.
Ketika sosok wanita
bekerja memasuki masa berumah tangga, segalanya jadi berbeda. Khusus bagi yang
sedang berada di puncak karir, haruskah sesuatu yang telah dirintis sejak usia
lajang dilepas begitu saja? Ah, keputusan yang sungguh sulit. Memang setiap
orang punya pilihan dan prinsip masing-masing untuk meraih kepuasan dalam
karirnya. Ada
yang merasa masih banyak ambisi dan obsesi yang belum tercapai. Tetapi,
haruskah juga keluarga menjadi prioritas kedua? Hal inilah yang kerap jadi
dilema dalam kehidupan pasangan suami-istri. Persoalannya tambah tidak
sederhana ketika anak juga menuntut perhatian yang khusus dari sang ibu.
Bagaimana agar segala keputusan yang diambil dapat menyenangkan semua pihak
dalam keluarga?
Mungkinkah
keseimbangan antara peran menjadi ibu, tetap mempertahankan karir tanpa
mengesampingkan anak dan keluarga, hanya sebuah mitos bagi wanita? Peran
seorang wanita ketika memasuki jenjang perkawinan tampak menjadi begitu
kompleks ketika berbagai kepentingan saling berbenturan. Saat seorang wanita
dituntut menjadi ibu yang bertanggungjawab atas keberadaan anak dan tetap
utuhnya rumah tangga, disamping keinginan meraih kemajuan dari balik dunia
kerja, membuat banyak wanita terperangkap pada dilema. Harus memilih salah satu
-- keluarga atau karir?
Melalui sebuah observasi dan wawancara dengan banyak
wanita karir sukses, Emma Charlotte Brown -- seorang penulis Australia
menyimpulkan, bahwa untuk keluar dari dilema antara keluarga atau karir dapat
dijawab dengan bagaimana setiap wanita memandang nilai sebuah kebahagiaan dalam
hidupnya. Ada
yang merasa tiada kebahagiaan lain kecuali melihat anak-anak tumbuh didampingi
seorang ibu yang dapat membimbing dan menemani sang anak sepanjang waktu. Itu
artinya, rasa bahagia seorang wanita akan benar-benar terasa bila dapat memenuhi
perannya sebagai ibu. ''The real mother for their children,'' seorang ibu yang
benar-benar hadir untuk anaknya. Namun ada pula wanita yang berpendapat tak
perlu harus meninggalkan dunia kerja sepanjang keluarga dan anak-anak dapat
menerima hal tersebut. Pendapat ini menegaskan harus ada usaha untuk memenuhi
keinginan agar dua unsur penting dalam hidup wanita yang telah berumah tangga
itu berjalan harmonis.
Apapun keputusan yang diambil, sama-sama punya
konsekuensi. Solusi terbaik adalah dengan membicarakan lebih lanjut pada
seluruh anggota keluarga. Karena pada dasarnya keberadaan suami dan anak harus
diperhatikan secara sungguh-sungguh sebelum akhirnya mengambil sebuah sikap.
Tentu saja setiap keluarga punya pertimbangan sendiri dan profil yang berbeda-beda.
Inilah yang menyebabkan pengambilan kesepakatan dalam keluarga jadi berbeda.
Ternyata ada satu cara yang dinilai cukup bijaksana dan boleh jadi ini
merupakan sebuah ''jalan tengah''. Wanita tak mesti kehilangan kesempatan kerja
karena ada beberapa pekerjaan yang bisa diambil paruh waktu (part time).
Pekerjaan itu bisa diselesaikan di rumah sambil tetap mengawasi sang anak dan
memenuhi kewajiban sebagai ibu rumah tangga.
Tetap bekerja bukan berarti melupakan keluarga. Karena
pekerjaan yang diambil adalah part time yang memungkinkan seorang wanita
mengerjakannya di rumah. Anna Barr, mantan public relation manager sebuah
produk kosmetik internasional mengisahkan pada saat dirinya sampai pada puncak
karir. ''Segalanya memang tidak mudah, sulit sekali mengatur waktu antara
keluarga dan karir,'' ungkap Anna. Dengan dua orang putri yang telah masuk masa
sekolah, Anna Barr benar-benar merasa kurang memperhatikan perkembangan sang
putri di tengah kesibukannya saat harus pergi ke kantor pagi-pagi dan pulang
setelah petang dengan keadaan yang lelah. Anak-anak Anna lebih banyak
didampingi pembantu sampai tugas antar jemput dan menemani membuat PR pun
beralih. Anna tak bisa konsen pada kesulitan yang dialami dua putrinya saat
menemukan masalah dimana seorang ibu mungkin dapat memecahkannya. Sang nenek --
ibu Anna, jadi sering menegur tentang jarangnya Anna bisa bersama anak-anak.
Perlahan Anna mencoba mencari solusi. Awalnya pada sang
atasan, Anna minta agar ada semacam kelonggaran buatnya supaya ia bisa
meluangkan sedikit waktu untuk anak-anaknya. Sang bos memberi solusi dengan
konsep job sharing -- ada beberapa pekerjana Anna yang bisa dibagi dengan teman
sekantornya hingga tersisa waktu untuk menjemput dua putrinya dari sekolah.
Namun itupun masih belum cukup, Anna benar-benar terpanggil untuk memenuhi
tugasnya sebagai seorang ibu. Karena di situlah menurutnya kebahagiaan yang
paling nyata. Akhirnya Anna merasa kebahagiaannya lengkap sebab tetap dapat
beraktivitas dan mengasah diri dengan menjadi konsultan komunikasi pada sebuah
lembaga pengembangan diri. Pekerjaan itu diambilnya paruh waktu. Dalam hal ini
konsep pemikiran Anna sangat jelas, hakikat kesuksesan seorang wanita baginya
adalah keluarga yang bahagia.
Pemikiran
Anna tampaknya tak jauh berbeda dengan Nikki Goldstein, penulis Australia
yang semula adalah seorang jurnalis. Ia memutuskan untuk menjadi penulis
freelance ketika masuk masa berumah tangga. Keputusan itu diambilnya kendati ia
belum punya anak. Nikki tak mau mempunyai suatu beban yang baginya akan sangat
mengganggu konsentrasinya dalam menulis. Bila ia merasa bahagia dengan
kehidupan berumah tangga, maka ia yakin hal tersebut akan membuatnya bisa lebih
produktif lagi. Waktunya pun jadi lebih banyak terisi dengan kegiatan yang bisa
membuatnya merasa lebih ''menikmati hidup''. Nikki yang juga gemar melakukan
latihan meditasi dan yoga ini mengungkapkan, wanita berhak menentukan sendiri
kebahagiaannya tanpa tergantung dari pendapat umum dalam masyarakat. Namun
begitu seorang wanita harus tetap menyadari sebuah keterbatasan untuk mengatur
prioritas dalam hidupnya.
Sedikit
berbeda dengan Anna dan Nikki, manajer wanita sukses dari sebuah perusahaan
Microsoft Australia ,
Inese Kingsmill memilih tetap bekerja full time. Apakah keluarganya tak
bermasalah? Tidakkah sang suami komplain akan hal ini? ''Sebelumnya kami telah
bicara, sepanjang bisa mengatur waktu, tak pernah ada masalah,'' ungkap Inese.
Dibalik itu semua, Inese mengakui ada beberapa hal yang harus dikorbankannya.
Waktu untuk menyenangkan diri sendiri memang dirasakan sangat sempit baginya.
Karena waktu itu telah ia isi untuk anak-anak dan keluarga. Dalam beberapa
kesempatan Inese dan keluarga sering bepergian bersama untuk mewujudkan kembali
rasa utuh dalam rumah tangga. Ia merasa sangat beruntung mendapat pengertian
yang besar dari suami dan anak-anaknya.
Pengertian
keluarga dalam hal ini memegang peranan yang sangat penting. Dukungan suami dan
anak-anak berpengaruh besar bagi mereka yang memutuskan untuk terus berkarir.
Semua tampaknya kembali pada dasar pemikiran tentang konsep rasa bahagia bagi
wanita. Apakah rasa bahagia itu ada dalam keluarga atau pekerjaan. Alangkah
baiknya bila kedua hal tersebut berjalan seimbang. Sehingga, ungkapan ''be a
woman'' yang menekankan agar seorang wanita dapat menjalankan perannya dengan
sungguh-sungguh dapat terwujudnya. Karir, keluarga, dan anak-anak dapat menjadi
wujud yang harmonis dalam diri seorang wanita.
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Yaitu
berdasarkan pada kisah Nabi yang mempunyai istri yang aktif dalam dunia bisnis,
yakni khotijah, harta hasil jerih payah bisnis khotijah ra itu amat banyak
menunjang dakwah. Setelah Khotijah wafat rosululloh menikah dengan Aisyah ra.
Seorang wanita cerdas, muda dan cantik yang kaprahnya di tengah masyarakat
tidak di ragukan, posisinya sebagai seorang istri tidak menghalanginya dari
aktif di tengah masyarakat dan sepeninggal Rosululloh, dia adalah guru dari
para sahabat yang mampu memberikan penjelasan dan keterangan tentang ajaran
Islam.
Tidak ada
riwayat yang menyebutkan bahwa para wanita di masa Rosulluloh SAW di kurung
dalam rumah. Sebaiknya para wanita shahabiyah di riwayatkan banyak sekali
melakukan aktivitas di luar rumah baik untuk urusan dagang, dakwah,
silaturrahmi, rekreasi, bahkan perang sekalipun.
Dalil al-baqoroh
hal 4 dan hadist 4 juga membandingkan zaman Rosululloh SAW dengan zaman
sekarang karena kondisi sosialnya sudah jauh berbeda,
Jika ada atau
kalaulah ada pihak yang memberikan sedikit kebebasan bagi wanita untuk keluar
dan bekerja di luar rumah maka tataplah harus meperhatikan dan menjaga
batas-batas atau adap dalam islam yaitu.
B. Saran
Semoga makalah ini berguna dan
bermanfaat bagi penulis khususnya pada para
pembaca pada umumnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar